Budget Traveler


5 Komentar

Mendaki Gn. Lawu Tanpa Persiapan

Seperti yang saya sampaikan di postingan sebelumnya, seringnya saya ke Jogja salah satunya adalah ingin mendaki Merapi, tapi tak kunjung terlaksana. Hari itu juga demikian, “Merapi batuk lagi,” kata teman saya yang mau ditebengi. Alhasil rencana nebeng rombongan teman ke Merapi pun dibatalkan, untuk menggantinya saya coba hubungi rombongan yang akan ke Sumbing, tapi karena jadwalnya yang kurang pas saya pun tidak jadi ikut ke Sumbing.

Rencana mendaki gunung batal semua, tapi tiket kereta sudah dibeli mau gak mau saya berangkat juga ke Jogja bareng Ajeng. Karena gak ada niatan naik gunung, persiapan saya pun tidak semaksimal biasanya. Saat itu yang saya pikirkan hanya membawa SB kalaukalau kami harus menginap di luar rumah, meskipun kemungkinan besar tidak akan terjadi karena Ajeng punya kolega di Jogja. Hehe..

Kamis pagi ada acara di kantor jadi barang bawaan masih saya tinggal di rumah, tapi sudah packing seadanya sebelum berangkat. Karena waktu pulang mepet sama jadwal kereta akhirnya saya tidak sempat pulang lagi ke rumah, packing baju tetap seadanya ditambah beberapa barang yang saya titip ke kakak untuk dimasukan ke ransel, kemudian dikirim oleh tukang ojek langganan.

Agak tergesa seperti biasanya tapi berhasil! Kurang beberapa menit saja kami pasti terlambat.

Meskipun saya dan Ajeng sudah pasrah gak mendaki gunung, tapi tetep saja galau dan tetep usaha menyamakan waktu bareng teman-teman yang ke Sumbing, yang ujung-ujungnya tetep gak bisa. Hahaha..tetep

Dipikirpikir kalo tiga hari kami habiskan hanya berkeliling Jogja, sungguh membosankan. Malam itu saya coba hubungi teman blog, dulu sempat saling berkomen untuk naik gunung bareng. Saya kirim pesan lewat komen di blog dan twitter yang berlanjut ke sms, akhirnya kami sepakat untuk sama-sama mendaki Gn. Lawu melalui jalur Cemoro Sewu. Karena belum pernah bertemu jadi anggaplah ini sebagai kopdar pertama kami. Agak gegabah, tapi saya punya keyakinan kuat dia orang baik. Semoga. 😀

Hari pertama di Jogja kami habiskan dengan jalan-jalan kota, baru keesokan harinya sesuai jadwal free teman blog saya itu maka kami berangkan ke Solo untuk mendaki Lawu. Sabtu siang kami bertemu di stasiun Lempuyangan. Awalnya saya pikir dia asli Jogja, ternyata orang Garut. Ah -__-“

IMG_1889

@stasiun Solo Balapan

Perjalanan menuju Magetan diiringi hujan deras, sempat terpikir untuk membatalkan pendakian, tapi teman baru saya itu bilang “Biasanya di atas malah gak hujan”. Baiklah untuk saat itu saya mengiyakan, tapi jika sampai ke pos pendakian tetap hujan berarti mestikung (semesta menikung). Ternyata sampai pos pendakian hujan sudah reda. Kami istirahat sejenak di sana, makan (lebih tepatnya dikasih makan :D), repacking, dan sholat maghrib.

Pendakian kami mulai selepas maghrib, sebenarnya saya menghindari pendakian malam, tapi banyak sekali yang mendaki malam itu. Toh kalo gak malam ini kapan lagi? Jalurnya agak basah setelah diguyur hujan siang hingga sore tadi. Dari basecamp hingga Pos 1 jalannya masih bersahabat, cukup landai. Normalnya butuh waktu sekitar 45 menit untuk mencapai Pos 1 ini. Dari Pos 1 ke Pos 2 jaraknya ternyata cukup panjang, memakan waktu hampir 3 jam perjalanan dengan kecepatan rata-rata keong perjam..heheh..

IMG_1892.JPG

Cuma bisa lihat bulan.

Jalur menuju Pos 2 ini mulai tak berbonus dan bebatuan, lumayan lah bikin pegel. Terlebih saya tidak pakai sepatu atau sanda yang seharusnya. Ya tak seharusnya karena packingan seadanya itu saya lupa memasukan sepatu maupun sandal gunung ke daftar bawaan, alhasil cuma pakai sandal yang saya bawa ke kantor. Heuu..

Di Pos 2 ini ada shelter yang bisa dijadikan tempat istrirahat, awalnya kami mau ngecamp di sini saja terlebih melihat kondisi Ajeng yang sudah capek berat. Tapi shelter penuh dan tidak memungkinkan mendirikan tenda di sana. Teman baru saya meyakinkan kami kalo Pos 3 sudah dekat dan kami buka tenda di sana saja. Perjalanan pun kami lanjutkan ke Pos 3, tapi yaa..ternyata lumayan juga, waktu normal saja butuh 60 menit untuk sampai ke sana, dengan kondisi kami yang banyak berhenti sepertinya sampai 2 jam baru buka tenda di Pos 3.

Sudah larut tidak ada foto-foto apapun, tidak ada kegiatan lain selain makan malam (lagi), kami pastikan alarm berbunyi jam 3 nanti, kemudian tidur lelap.

====

Dan kemudian kami terbangun..”Yaah..jam 4!” seru teman baru saya. “Yah…udah, sholat subuh aja,” kata saya nyantai. Karena sejak awal pendakian ini diniatkan santai, jadi kami tidak merasa gusar gak dapet sunrise di puncak. Toh nyampe puncak juga untung-untungan, di timeline saya pokoknya sebelum dzuhur kita harus udah turun. Bukan apa-apa, biar pas sama jadwal kereta pulang aja.

Abis sholat, ngopi-ngopi, sarapan, baru lah beranjak jalan sekitar jam 5 pagi. Santai banget, bener-bener jadi penikmat jalur. Oh ya dari Pos 3 menuju Pos 4 bisa ditempuh dengan waktu 60-90 menit, tapi bergantung kecepatan masing-masing juga.

IMG_1897

Pemandangan selama perjalanan ke Pos 4

Jam 6.30 kami sudah sampai di Pos 4, menimang-nimang mau lanjut atau tidak. Setelah sekian lama berfikir sambil selfie..*bisa ya..hahha..akhirnya kami putuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan hingga puncak. Iya sih tinggal dikit lagi, iya sih cuma satu pos lagi, tapi terlalu beresiko ketinggalan kereta.

Mungkin sekitar jam 7.30, kami mulai menyusuri jalur batuan tadi menuju Pos 3 tempat kami ngecamp. Sampe Pos 3 repacking, kemudian turun. Karena kemarin naik dalam keadaan gelap saya hampir tak mengenali jalan yang kami lalui, Alhamdulillah jalurnya jelas dan gak banyak, bahkan hampir gak ada persimpangan. Karena terang benderang, jalur batuan yang dilalui berasa banget ke kaki, terlebih saya ga pakai sepatu atau sandal yang memadai. Heuu..salah sendiri sih.

Jam 11 sampai juga kami di basecamp, istirahat sejenak, bersih-bersih, trus nunggu angkot dan makan baso pinggir jalan sambil elus-elus kaki. Ah..bersyukur banget liburan kali itu bisa main ke gunung meskipun bener-bener tanpa persiapan yang matang, Alhamdulillah selama perjalanan kami baik-baik saja, sampai rumah dengan selamat. Semoga kelak bisa main ke sana lagi dan lihat sunrise dari puncak. Eh..ke Merapi aja deh..


2 Komentar

Selalu Ada Alasan untuk Jogja

JogjaBagi sebagian besar orang mungkin Jogja adalah kota yang tenang, menenangkan, dan ngangenin. Jujur buat saya pribadi gak begitu, terlebih pengalaman kedua jalan-jalan di Jogja tidak terlalu menyenangkan. Tapi walau demikian ntah kenapa lima tahun terakhir ini ada saja alasan untuk saya berkunjung ke Jogja.

Pertama kali menginjakan kaki di Jogja tahun 2011, ini sebenarnya bukan hal yang direncanakan, hanya pelarian dari bosan jalan-jalan di Semarang. Dari sana berlanjut hingga tahun 2015 ini, bahkan dalam setahun ada beberapa kali ke Jogja. Lalu apa sih alasannya masih aja suka main ke Jogja?

SATU. Walaupun ga dikangenin Jogja itu bisa jadi alternatif main yang murah. Untuk urusan transport dan akomodasi bisa disiasati. Tiket kereta ekonomi masih terjangkau untuk dompet saya yang banyakan diisi kertas transferan..haha.. Untuk penginapan saya biasanya mengandalkan teman yang rumahnya di sana, Alhamdulillah ya. Makan nasi kucing pun jadi, kalo urusan oleh-oleh orang tua saya udah bosen keseringan makan bakpia jadi mending gak usah beli.

DUA. Ada satu tempat yang pengen banget dikunjungi dan sampai sekarang belum terlaksana. Merapi. Bukan tempat wisatanya, kalo kesana sih pernah. Dari tahun 2013 saya punya keinginan untuk mendaki Merapi tapi selalu aja ada alasan gak bisa kesana. “Tapi kan bisa diprediksi kalo gunungnya lagi baik-baik saja baru berangkan ke Jogja.” Kalo –kalo ada yang berkomentar gitu, jawabnya Gak Ngaruh! Beberapa kali rencana jauh-jauh hari, eh mendekati hari H Merapinya di tutup. Bahkan sedang dalam kondisi aman pun, pas kami udah sampai di Jogja ntu Merapi bisa batuk tiba-tiba. Heuuu..sempat terfikir jangan-jangan kami yang bikin batuk. Tapi sampai sekarang jadinya gak ngebet banget pengen ke Merapi, sedikasih izinnya aja sama yang punya Merapi, Allah swt.

IMG_9922Merapi dari Merbabu *sengaja yang fokus BG-nya 😀

TIGA. Banyak tempat wisata yang bisa diexplore di Jogja. Karena seringnya Sabtu-Minggu aja kesana, jadi gak semua tempat bisa diubek dalam 1-2 hari, akhirnya suka bikin rencana A. Merapi, dan rencana B. Tempat lain yang belum dikunjungi di Jogja. Tetep ya walaupun gak ngebet.

EMPAT. Tempat singggah sebelum melanjutkan perjalanan ke kota lainnya. Iya, ini juga alasan seringnya ke Jogja. Mau liputan di Solo, ngeliput dulu di Jogja..hahah..kerjaan itu mah. Ngabisin bonus karyawan sekantor ajakin ke Jogja :v, mau ke Malang biar murah bisa berangkat dari Jogja (kalo ini pinter-inter nyari tiket promo), mau ke Banyuwangi singgah dulu untuk sekedar sholat dan makan di Jogja.

Yah gitu deh..sampai tahun ini aja gagal ke tempat yang jauh di ujung sana, plan B-nya explore Jogja. Hikmah saking seringnya ke Jogja, saya jadi punya stok foto yang lumayan banyak dan bisa dimanfaatkan. Setidaknya dari foto-foto itu cukuplah buat beli tiket untuk main-main di Jogja lagi..hehe..satu lagi yang lumayan bikin happy, bisa jadi kontributor foto untuk buku panduan wisata di Jogja.

OK Jogja, see you next time ya.. :p


7 Komentar

Mantai di Gunung Kidul

Kawasan Gunung Kidul Jogja ternyata tidak hanya menawarkan keidahan wisata goa, tapi juga pantai. Pantai-pantai sepanjang pesisir gunung kidul menurut saya lebih indah dari pada parangtritis dan depok. Pasirnya yang putih dan batu karangnya yang bisa dijelajahi dengan jalan kaki membuat pantai ini lebih enak dilihat, sekali lagi ini menurut si saya yah 😀

DSC_0382_2

Setelah caving di Goa Pindul, kami bertiga melanjutkan ngebolang ria ke pantai, jaraknya  lumayan (jauh), memakan waktu sekitar 2 jam dari Pindul. Dua jam itu tanpa macet dan jalannya mulus ya. Pilihan pantai pertama yang dikunjungi adalah Indrayanti, suasanya cukup ramai padahal lagi panas-panasnya waktu saya sampai sana. Saking panasnya, saya gak mau lama-lama jalan, merasa cukup foto-foto, kami buru-buru cari masjid. Hahah..sholat dan ngadem dulu bentar.

DSC_0385_2

Kemudian perut lapar, tapi gak mau makan disana masih pengen nyari pantai lagi #emangdasar. Pantai kedua yang kami kunjungi adalah pantai Kukup, nah kami berhenti bukan ditempat wisatanya, karena jalan kesana agak jelek katanya, dan saya malas melalui jalan jelek. 😀 Meskipun gak nyampe Krakal yang biasa dikunjungi banyak orang, tapi kami tetap foto-foto 😀 Pemandangannya sih bagus, sayangnya kotor, banyak sampah plastik disini. Daripada banyak ngomel karena sampah, kami memutuskan mencari pantai lain untuk makan siang.

DSC_0440

Sampailah kami ke Pantai Kukup, dateng-dateng langsung cari tempat makan, haha..emang niatnya makan. Tadinya selesai makan mau langsung pulang cuma kok sayang ya klo ga nengok pantaiya dulu. Ternyatah pantai ini lebih ramai dari Indrayanti, pengunjungnya banyak banget, penjual suvenirnya juga, yang paling saya suka penjual ikan laut goreng. Ikan laut, udang, kepiting, dan rumput laut fresh langsung digoreng disana. Beuuh..asepnya wangiii..jadi pengen makan lagi..hahah..

DSC_0478_2

Puas gak puas main di pantai, kami harus segera pulang ke Kota Gede, pasalnya jam 7 malem harus kembali ke Bandung. Okeh sekian wisata ke Jogja tahun 2013. Semoga bisa jalan-jalan lagi tahun depan bersama… #nomention =))


30 Komentar

Caving di Goa Pindul

Tujuan utama saya ikut ke Jogja akhirnya tercapai juga. ye ye ye la la la.

Pagi-pagi buta sesuai janji kakak sepupunya temen saya kami akan diantar ke goa pindul. Oh ya klo kemarin namanya Mas Dani, sekarang Mas Novi. Baguslah teman saya punya stok mas-mas yang cukup bisa diandalkan untuk guide =)) *semoga dia gak baca

Jam 5 teng pergi dari rumah budhenya temen dan berangkan menggunakan motor, tentu saya yang bawa motor dan boncengan dengan teman. Motoran di Jogja asik juga, jalannya halus, lubang-lubang kecil ada tapi dikit beda sama kota yang satunya. #nomention

Goa Pindul itu letaknya ada di daerah Gunung Kidul, jalan menuju sana berkelok menanjak dan turun, gak jauh beda sama jalan menuju atau keluar Bandung, jadi boleh dibilang gak terlalu sulit untuk saya. :p Oh ya pertama kali saya tau tentang Goa Pindul ini dari tayangan acara jalan-jalan di TV swasta pas denger biayanya murah makin tertarik deh..ahahha..maklumlah saya baru sanggup jalan-jalan tipe ransel.

Sampai di kawasan Goa Pindul pukul 7 lebih dikit, berarti 2 jam perjalanan dari Kota Gede. Kawasan wirawisata ini cukup rapih dan terorganisir dengan baik, padahal usianya baru dua tahun berjalan. Keren. Karena masih pagi dan pengunjung yang datang pun masih sedikit, kami memutuskan untuk langsung menelusuri goa. Sebelumnya kami diberikan pelampung, sepatu karet khusus, dan ban untuk menelususri sungai dalam Goa Pindul.

DSC_0230_2

Di dalam goa masih sepi jadi cukup leluasa untuk foto-foto, waktu itu hanya kami bertiga, di depan kami ada 3 orang terdiri dari ayah, ibu dan anak tapi jaraknya cukup jauh. Di gua ini terdapat beberapa ornamen cantik moonmilk batuan ini mengkilat seperti kristal jika terkena sinar, selain itu stalaktit dan stalagmitnya juga indah. Di beberapa bagian atap gua masih ada kelelwar yang disebut demit oleh penduduk sekitar, kotoran yang menempel di atap goa jadi seperti lukisan alami. Dibagian ujung goa ada spot yang menyerupai kolam, biasanya dijadikan tempat untuk terjun dari salah satu batuannya, seru sih tapi saya ogah terjun dari sana. *apakabar rok -__-  Nyemplung biasa aja gak pake terjun.

DSC_0320_21

Dibagian atasnya ada semacam goa vertikal, klo mau dapet cahaya yang bagus buat foto-foto sebaiknya kesana pas jam 9-10 an. Ada satu spot yang bikin saya terheran-heran, di tengah goa lampu dimatikan dan kita semua diminta untuk berdoa. Lah pan tadi pas masuk udah berdoa kenapa dikhususkan harus berdoa di sini juga 😀

DSC_0335_2

Dari tempat nyemplung tadi si pemandu tanya “semuanya bisa renangkan?”, mendengar jawaban serempak “bisa” dari kami si pemandunya jalan aja sendiri ke luar goa sambil bawa ban yang tadi kami pakai untuk menelusuri goa. Haah? Kami disuruh renang sampai daratan sodara-sodara, tapi seru sih. 😀

Penelusuran Goa Pindul berakhir dalam waktu 1 jam 15 menit, tapi berasa hanya 15 menit. Kami kembali ke tempat penyimpanan barang dan disuguhi minuman jahe hangat. Setelah bersih-bersih, ganti baju dan peking ulang kami pun melanjutkan petualangan selanjutnya ke pantai sekitar.


29 Komentar

Malam Minggu di Alun-alun Jogja

Setelah sedikit kecewa karena lokasi Taman Sari  yang paling kerennya sudah tutup saya dan dua teman saya berembuk menentukan tempat “mangkal” berikutnya. *halah

Menerawang langit yang tiba-tiba cerah membuat kami segera mencari tempat tinggi untuk melihat sunset.  Tempat tujuan terdekat adalah Plengkungan, saya pikir daerah tinggi seperti Caringin Tilu di Bandung, atau bukit bintang tapi deket kota, ternyatah atap sebuat terowongan menuju jalan MT Haryono, Jogja. =))

Alhasil sunset yang indah pun tampak bersaing dengan atap bangunan tinggi, kabel listrik, dan papan iklan. Eh tapi ternyata tempat ini biasa dipake nongkrong anak muda yang suka motret atau sekedar mojok.

Gambar*Senja di langit Jogja

Kami disana sampai menjelang maghrib, karena motret sunset bikin putus asa jadi saya gunakan kesempatan ini untuk motret jalanan saja, hobi yang sudah lama tidak dilakukan. 😀

Gambar*jualannya boleh kecil promonya tetep gede

Selesai sholat maghrib, pilihan tempat berikutnya jatuh pada alun-alun selatan Jogja, Malioboro di skip karena macet sangat. Lalu apa menu pilihan saya? Wedaaaang..penasaran pengen nyobain wedang ronde di Jogja, kasian banget 3 kali ke Jogja belum pernah minum bandrek khas Jogja ini. :p

Teman saya memesan baso bakar, katanya sih enak, tapi menurut saya lebih enak cilok midun depan kantor =))

Gambar*Penampakan penjual baso bakar

Saya selalu amazing sama kota yang punya alun-alun tradisional #eh pokoknya beda sama alun-alun Bandung, yang isinya mall. Dulu waktu saya kecil alun-alun di Bandung juga seperti itu, klo minggu biasa dipakai olah raga, tapi sekarang kayaknya ga deh. 😀

Kebanyakan mall dan factory outlet bikin saya malas klo malam minggu ke luar rumah, maceeeet banyak kendaraan plat tertentu *no mention*, apalagi di Dago heuu. Karena ini di Jogja dan saya adalah turis jadi nikmati saja :p

Gambar*Ini becak dua lantai, kasian yang ngegowes 😀

Oh ya disini ada wahana eh apa ya namanya, pokoknya becak, sepeda, dan otopet yang dimodif dan dikasih lampu-lampu, lucu deh. Kata kakak sepupu temen modal untuk membuat kek gituan sebesar 15 juta. WOW!  Pantas harga naik becak sekali putaran 25rb. Heuu..

Selain lesehan dan becak-becak itu, di sini juga ada dua pohon beringin besar yang mengandung mitos. Katanya klo bisa jalan lurus tanpa melihat diantara keduanya dipercaya semua keinginan akan tercapai. Heheh..jadi karena itu saya lihat banyak ABG sampe ibu-ibu jalan tutup mata di tengah pohon besar itu, bahkan salah satunya nabrak saya. Mau coba? Aah..klo saya lebih mau makan enak dari pada jalan tutup mata =))

Gambar*Pohon beringin dengan penerangan lampu jalan

Setelah kenyang dan merasa cukup berbincang-bincang, malam minggu saya pun ditutup dengan nyasar…bhahaha. Saya tertinggal oleh guide a.k.a kakak sepupu teman saya dan akhinya tawaf sampe 4 putaran di alun-alun. 😀