Agustus 2017
“Nin, liputan ke Siosar. Ada peresmian relokasi pengungsi Sinabung disana. Client kita minta dokumentasi foto dan video, plus ada penyaluran juga buat para pengungsi. Usahakan dapat cerita yang menarik.” Kurleb begitulan kata-kata bos saya saat kami ditugaskan tiga tahun lalu.
Sebenernya karena sudah sangat lama, saya lupa jam berapa pergi, sampai di lokasi, dan kemana aja waktu liputan, tapi karena ada google map yang begitu canggihnya merekam semua perjalanan yang pernah dilakukan -dengan catatan hp on terus- jadi lah saya ingat. Antara takjub dan serem klo udah kayak gini.
Eh tapi saya lagi gak mau ngomongin google map. Ini tentang perjalanan tiga tahun lalu ke Siosar, Berastagi, Sumatera Utara. Dan teringat lagi karena beberapa hari lalu Sinabung kembali erupsi.
Jadi singkat cerita saya dan kawan-kawan sampai di Siosar sekitar jam 9 malem. Perjalanan dari Medan ke sana cukup jauh, jalannya berkelok-kelok dan menanjak, karena lokasi pengungsiannya memang di bukit. Dan itu asli dingin banget lebih dari dinginnya Lembang, anginnya juga kencang. Parahnya lagi saya gak bawa jaket gegara mikirnya Medan kan panas, padahal kan ini bukan Medan. Duh.
Karena alasan utama ke sana adalah pekerjaan jadi full pikiran saya saat itu adalah bagaimana ngambil dokumentasi yang bagus dan real tentang keseharian warga terdampak. Baik sebelum atau sesudah. Nah ngomong-ngomong “sebelum” yang ada dipikiran saya saat itu pen banget lihat desa yang terdampak. Tapi how? gak tau juga tempatnya dimana.
Hari kedua sore, pas saya wawancara salah satu narsum gak sengaja kami ngebahas tentang tempat tinggalnya dulu yang sekarang ditingkalkan seluruh warga. Hmm..saat itu jujur gak kepikiran daerah itu sangat berbahaya. Cuma “oh mungkin karena lumayan deket jadi warganya diungsikan sementara”. Aslinya ini pikiran bodoh sih.
Kadang manusia memang sadar dia bodoh setelah melakukan hal bodoh. *apalah Nina
Ok back to story, jadi meskipun itu desa kosong, tapi saya gak berfikir bahwa itu daerah berbahaya banget. Pas kesana juga masih ada yang berkebun, masih ada tukang eskrim walls lewat, beberapa motor masih lalu lalang di jalan besarnya. Tapi pas masuk jalan desa yang dekat jalan besar tadi, baru deh terlihat plank bertuliskan “ZONA MERAH” Uwow..
“Udah jauh dari lokasi pengungsian, masa iya pulang lagi.” -pikiran sempit 1
“Tapi klo ada apa-apa, kita bakal dibully abis-abisan ama netizen +62” -pikiran sempit 2
Ini diskusi yang “parah banget” diantara kami. Meski takut-takut sedap akhirnya masuk juga, karena narsum kami saat itu bilang “Gak apa-apa kok, insyaAllah aman” klo dipikir lagi pen jawab “Ya Allah, pak, klo aman ngapain warga disuruh ngungsi”
Tapi lagi-lagi demi konten, kami pun jalan aja masuk ke desa kosong itu. Waktu itu masih pagi menuju siang, suasanya senyaaap banget. Debu menutupi jalan, tanaman, dan rumah-rumah yang ada. Pintu dan jendela tertutup, tapi gak dikunci. Temen saya iseng buka satu pintu dan kondisinya seperti rumah pada umumnya, ada piring dan gelas di meja makan, kek lagi suasana makan tapi gak ada orangnya. Sangat spooky. Apalagi pas ada angin bunyi kreket jendela yang gak dikunci itu kedenger heuuu… bikin merinding. Belum lagi narsum kami sambil jalan bercerita. “Minggu lalu ada 3 orang yang meninggal karena awan panas. Di sini satu, di sini satu, dan di sana..” sambil nunjuk lokasi. Hajuh..mulai gak enak hati kami pun mempercepat pengambilan gambar.
Puncak kehororan itupun datang di tengah pengambilan gambar.
Tetiba..dwaaar..ada erupsi dong sodara-sodara. Awan abu pekat pun membumbung ke langit. Tapi tetep tukang foto mengabadikan gambar dulu..heuu
Kami langsung kabur menuju mobil, sang narsum dengan santuynya bilang, “Tenang aja anginnya gak mengarah ke sini kok”. Hiyaa..meski gitu teteplah saya degdegan parah.
Mau gimana pun kami harus segera menyelesaikan shooting “film horor” ini dan kembali dengan selamat.
Pengalaman ini sebenernya bukan untuk dibanggakan, tapi jadi pelajaran aja buat saya yang kadang suka gegabah. Ya meskipun hasil liputan hari itu tersa bagus sih. Tapi tetep safety first, content kemudian.
*semua foto dari Dodi Firmansyah