Budget Traveler


3 Komentar

Hotel Berjuta Bintang, Satonda

milkywayPerjalanan ke Moyo bukan akhir dari destinasi overland Tambora kami, ada sekitar dua pulau lagi yang kami kunjungi, yang terdekat dari Moyo tentu saja Satonda.

Sebenarnya lebih dekat dari Calabai, lalu kenapa kami ke Moyo dulu? alasannya simple, karena gak mau nginep di Moyo.:D

Sampai dermaga Moyo sesaat selepas maghrib, pemandangan langitnya tidak kalah menakjubkan dari siang hari. Meskipun mataharinya sudah turun, sisa-sisa semburat jingganya masih menghias langit sore itu.Tapi ya, namanya senja sejatinya menghantarkan kita kepada kegelapan.

Sesaat kemudian kami sudah naik perahu menuju Satonda, kali ini hanya ada bintang gemintang, gemuruh ombak, dan sesekali cipratan air laut nan asin itu mengenai wajah kami. Kami ber 10 berselimut terpal untuk melindungi badan dari cipratan air dari samping kapal. Awalnya ngobrol kesana kemari, lama-lama senyap, terlelap tidur hingga sang kapten berseru bahwa kami sudah sampai di Satonda.

Kami bersorak sorai karena akhirnya sampai juga #lebay ..Saat itu saya merasa ada yang aneh, katanya sudah sampai tapi sejauh mata memandang cuma tampak kegelapan. Gak ada terang-terang lampu dari daratan dan eiiittss…sudah sampai kok bawahnya masih aer??

Usut punya usut ternyata malam itu air laut sedang surut, alhasil kami harus turun sekitar 10 meter sebelum dermaga karena kapal tidak bisa lebih dekat lagi. Klo maksa bisa rusak, ya kapalnya ya terumbu karangnya. huuff..baju yang sudah kering trus harus basah-basahan lagi itu rasanya…sebel banget karena gak ada baju lagi :((

Tampaknya ini akan jadi perjalanan penuh drama (lagi) buat kami.Sepuluh meter, deket sih klo jalan biasa. Tapi kan ini laut sodara-sodara..waktu itu yang ada dipikiran saya cuma pengen cepet nyampe dan tidur. Bedahalnya dengan teman saya, di malah berfikir “gimana klo ada ular laut, gimana klo tiba-tiba air pasang, gimana klo gini, klo gitu..” sampai akhirnya memutuskan untuk diam di kapal..hahah..lucu klo ingat kejadian itu. Tapi walau bagaimana pun kami harus tetap turun dan berjalan ke daratan, gak mungkin diem di kapal wong si bapak kaptennya mau balik ke Calabai.

Pertama-tama tuantuan dulu yang turun, ada yang bawain tas, ada yang nganterin sampai tepian, lalu balik lagi buat jemput yang lain. Ada yang sibuk angkutin tas dan barang dari kapal ke daratan, dan ada juga yang sibuk motret langit..Ah..rupa-rupa pokoknya..lalu kamu ngapain Nin? bantu kasih penerangan doong..masa motret :p

Di planning yang sudah dibuat sebelumnya, kami akan menginap di cottage, tidur di kasur empuk, bisa mandi, ngecas hp, dan makan enak.

Nyataaannyaaahh…kami sampai daratan yang gelap, tak ada penerangan sama sekali dan tak ada orang satupun, setidaknya itu yang ada dibenak saya pertama kali. Kemudian salah seorang teman bilang “tadi ada embak-embak sebelum kita turun kapal”..dalam hati “duuuh..cerita horor apalagi ini.” Kami pun hanya diam mendengarnya, sampai salah satu teman bilang “kayaknya penunggu disini, yuk cari..” setengah ngantuk saya berasa di acara realityshow dengan tag line “jika ga kuat, lambaikan tangan ke kemera” :v

Aniway tak berapa lama ternyata si embak-embak yang dimaksud beneran ada..hufft..dia penjaga cottage, cuma berdua aja sama bosnya katanya..edun daah..beranian. Kami tanya kamar buat nginep, ditunjukanlah kamar yang dalemnya ga representatif, selain itu mati lampu pula, kehabisan bahan bakar katanya. Yo wiiss..mending nenda aja di tepi pantai. Kemudian si embak pun menghilang dalam kegelapan..hahah..masuk ke ruangannya lagi..

Tengah malam, kami ber 10 di pulau tak berpenghuni, gelap, dan dalam keadaan basah. Apalagi yang jadi pelengkap derita selain suara teriakan horor dari dalam perut? aah..kami lapaaar sodara-sodara..

Gak nunggu lama langsung bagi tugas, dirikan tenda dan masak-masak. Karena banyak bale-bale di tepi pantai, kami putuskan hanya 1 tenda yang didirikan khusus buat nonanona saja. Selesai makan malam yang enak banget itu, kami ramai-ramai bermain di pantai, berasa pulau pribadi.

Setelah puas motret milkyway, saya dan dua teman lainnya tiduran di bangku sambil memandang langit dengan jutaan bintang diiringi suara debur ombak yang terdengar merdu, dan lagu sherina yang agak sumbang..hahah..oh ya..bukan hanya bintang yang membuat saya terpana, tapi juga plankton yang bersinar saat terbawa ombak ke tepi pantai. Malam itu Satonda keren banget pokoknya.

Malam semakin larut dan bintang semakin banyak, mata saya sudah mulai ngantuk tapi terlalu malas beranjak ke tenda. Akhirnya terlelap di bawah berjuta bintang. Tapi tak bertahan lama, karena yang lain juga sudah mulai ngantuk akhirnya saya ngungsi ke tenda. Walau cuma tidur di tenda kami berasa di hotel berjuta bintang. Puas bangeeeet..gak nyasel walaupun awalnya dateng ke sini kayak pengungsi kebanjiran..hahah..

Bersambung…

*karena malam jadi minim foto


16 Komentar

Overland Tambora 2014 #3 Summit

28 Mei

Pagi menjelang, saatnya jemur pakaian yang basah karena keringat kemarin #ehh.. Perjalanan masih panjang sodara-sodara, stok baju kami tidak banyak, so yang masih bisa dipakai ya pakai lah..hahah. Ritual pagi setelah sholat subuh pasti bikin minuman hangat, abis itu masak buat sarapan.

10457822_744903228864644_2135515778782509244_nSarapan pagi sambil nunggu jemuran kering :v

Jam 10an kami mulai melanjutkan perjalanan menuju pos 4, dari mulai pos 3 sampai pos selanjutnya tidak akan ada pacet, begitu kata Wendi sang Porter, yang ada cuma jelatang. Sejenis tanaman beracun, seluruh daun dan batangnya dipenuhi duriduri halus, klo kena kulit bisa gatal-gatal dan perih, daaan parahnya lagi klo seluruh badan kena jelatang bisa demam. Itu yang terjadi pada teman saya di Argopuro.

1959425_791689404183733_1155613153719866206_nsamping kiri itu tanaman jelatang

Saya pikir jelatang itu tanaman rambat yang tidak terlalu tinggi, eh pas jalan dari pos 3 menuju pos 4 kanan kiri jelatang semua dan tinggi-tinggi, treknya juga makin naik cukup bikin kembali ngos-ngosan. Sampai pos 4 sekitar jam 11, jarak dari pos 3 ke pos 4 memang tidak terlalu jauh. Setelah agak lama saya perhatikan kok gak ada yang ngecamp di sini, padahal tempatnya agak lapang dan enak buat ngecamp. Hemm..ternyata selain alasan air, pos 4 ini sekelilingnya tanaman jelatang semua. Susah cari lapak..ahahah

*ada dua jenis daun jelatang, satu bentuknya seperti daun biasa satunya lagi daunnya becabang seperti daun singkong

Lanjut jalan dari pos 4 ke pos 5 ada jalur yang boleh dibilang wow banget, pohon tumbang kanan kirinya jelatang. Emh..dan tangan saya sempat kena gores jelatang di sini. Rasanya perih lalu sedikit panas, dan itu bertahan hingga beberapa jam setelahnya.

jelatangini dia pohon tumbang yang dikelilingi jelatang

Sekitar setengah jam perjalanan turun hujan, agak besar awalnya tapi sampai di pos lima sudah berhenti. Oh ya jarak antara pos 4 dan pos 5 itu cuma 45 menitan, deket banget dibanding pos-pos lainnya. Kami sampai pos 5 jam 1 siang dan langsung bikin tenda. Agak garing juga sampai tempat ngecamp siang-siang..hahah.. Cara mengisi waktu yang paling enak sebenernya tidur tapi kami malah memasak makanan buat makan malam..hahah..terlalu dini memang tapi bae lah dari pada cicing :p Yang cowok ribut main kartu -___-“

Selesai masak sudah masuk waktu ashar dan kebiasaan gak boleh tidur di waktu itu, jadi dari pada boring saya sempat memotret suasana kabut sekitar pos 5, walaupun ga lama trus masuk tenda.

Waktu berjalan cepat, tiba-tiba udah maghrib lagi, abis sholat makan bersama sambil ngobrol, apa saja jadi bahan obrolan sambil tertawa terbahak-bahak. Ini yang selalu saya syukuri, setiap melakukan perjalanan pasti ada aja satu orang yang hobinya menghibur, jadi sepanjang jalan dan ngacamp kami tidak pernah kehabisan obrolan dan candaan. Siapa dia? nanti dibahas terakhir 😀

Malam makin larut dan kami pun sadar diri untuk istirahat, dini hari nanti kami harus mulai lagi perjalanan menuju puncak Tambora.

29 Mei

Waktu menunjukan jam 1 dini hari, kami semua mulai merayap menuju puncak Tambora. Sebelum meninggalkan tempat ngecamp semua barang digantung diatas, dan hanya satu tenda *nekad yang tidak dibongkar. Kenapa harus digantung di atas pohon? karena klo tidak ada manusia, babi hutan akan dengan santainya mengobrak abrik tenda dan tas yang ada disana, kejam. -__-

Dari pos 5 menuju puncak jalur yang kami lalui mulai berpasir dan naik terus.. ya iya laah Nina :p

Ada sedikit semak-semak sih, tapi gak banyak banget juga. Pas jalur berpasir itu Wendy sang porter seperti kebingungan memandu kami menuju puncak, katanya jalurnya baru dan kami harus berhati-hati banget karena masih rawan longsor. Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan kami sampai juga di puncak. Langit masih gelap tapi sudah masuk waktu shubuh. Jadi sampai puncak langsung cari lapak untuk sholat shubuh. Ternyata puncak hanya milik kami, kelompok lain belum sampai ke sana hingga terbit matahari.

Done

Kami merayakan summit dengan makan semangka..hahah..selain itu tentu foto-foto..tak ada habisnya memang soal bergaya depan kamera ini, bahkan saking asiknya foto-foto kami yang lebih dulu datang jadi yang paling akhir pulang. Agak horor pas salah satu teman bilang, asap beracunnya mulai naik tuh..aah jadi teringat Semeru.

Puncak Tambora Done!

*foto gabungan pribadi dan teman-teman

Masih Bersambung.. 😀


15 Komentar

Overland Tambora 2014 #2 Pendakian Hari Pertama

27 Mei

Pagi yang cukup cerah untuk memulai pendakian, langit biru tanpa awan dan matahari sudah cukup terik saat itu, karenanya menggunakan ojek sampai Pintu Rimba yang jaraknya sekitar 5 km dari basecamp adalah pilihan yang tepat. Dari desa Pancasila yang ada di ketinggian 434 mdpl dan Pintu Rimba di 722 mdpl, sangat lumayan untuk menghemat tenaga dan waktu. 😀

*kumpulan jalur yang kami lalui selama perjalanan dari pos 1 ke pos 3

Kami memulai perjalanan masuk hutan sekitar jam 10.30, trek pertama yang kami lalui adalah jalan setapak yang hanya cukup untuk satu orang saja, samping kanan kirinya semak-semak dengan tinggi yang beragam. Sampai pos 1 sekitar jam 1 siang, kami berhenti sejenak untuk makan siang dan sholat. Di pos 1 ada sumber air berupa pipa besar yang ditumpahkan ke drum kemudian dialirkan kembali menuju pipa kecil.

10340177_791209724231701_4373084908227212312_nRehat sejenak di pos 1

Waktu itu cuaca sangat bersahabat tidak terlalu panas tapi tidak hujan juga, makanya kami pikir tidak akan ada pacet, eh nyatanya di pos 1 itu sarangnya pacet. Oh ya pacet itu sejenis lintah, tapi ukurannya lebih kecil dan tempat hidupnya berbeda, klo lintah lebih suka di air, pacet hidup melekat pada daun atau batang pohon. Klo hujan dikit aja itu pacet keluar semua.

pacetfoto pacet dari sini

Perjalanan kami lanjutkan menuju pos 2 ba’da sholat dan makan serta urusan dengan pacet-pacet yang masuk ke kaki. Jalur dari pos 1 menuju pos 2 lumayan landai, tidak terlalu nanjak tapi banyak pohon tumbang. Pohon-pohon yang tumbang itu melintang menghalangi jalur, satu-satunya cara melaluinya adalah dengan menaikinya atau melangkah jika kakimu cukup panjang, sayangnya saya tidak. 😀 Bahkan dibeberapa spot ada pohon tumbang dengan diameter lebih dari 1 meter, mau gak mau harus naik yaa..

10247226_791212717564735_8749611575311297231_nTumpukan pohon tumbang yang harus kami lalui

Kami sampai di pos 2 sekitar pukul 16.30, istirahat sejenak, ngopi dan ngemil dulu untuk mengganti energi yang keluar selama perjalanan. Di pos 2 ini kami bertemu sekelompok pecinta alam dari Lombok Timur, sedang ada acara pengambilan nomor dan syal anggota baru ternyata. Sekitar jam 5 sore kami lanjutkan perjalanan menuju pos 3, rencananya kami akan menginap semalam di sana. Sedangkan kelompok dari Lombok Timur tadi memutuskan ngecamp di pos 2 karena dekat dengan sumber air, sungai.

10336673_791212790898061_3920155196913364030_nStor muka capek dulu di pos 2

Dari pos 2 menuju pos 3 treknya sudah mulai naik, dan panjang. Klo lihat dari plang di pos 2 waktu yang dibutuhkan untuk sampe ke pos 3 hanya 1,5 jam..haa..nyatanyaa..lebih dari itu. Sekitar jam 7 malam kami sampai pos 3. Disana sudah ada 3 tenda, dari obrolannya sepertinya ini orang lokal, bukan berarti kami orang interlokal..hahah..mereka anak-anak smp dari Desa Pancasila. Hebat ya mainnya ke Tambora, gak ada mall sih.

Baru sampe pos 3Mendirikan tenda di pos 3

Setelah mendirikan tenda, ganti baju, lanjut masak-masak dan makaaan.. Klo teman saya bilang, acara makan-makan itu selalu menjadi pemersatu. Kondisi seperti apapun klo pas waktunya makan, ya makan, berkumpul, bercanda, dan tertawa. 😀

Habis itu kenyang dan ngantuk..

makan malamMakan malam apa adanya

*foto sumbangan dari temen-temen

Besambung…


7 Komentar

Overland Tambora 2014 #1 OTW

Ini perjalanan pertama saya menuju NTB, perjalanan yang cukup jauh dibandingkan biasanya. Dan saya gak ngebayangin sama sakali gimana perjalanan kali ini, searching tempat yang akan dikunjungi pun tidak begitu detail. Just let it flow..

Total yang akhirnya ikut overland Tambora ini ada 10 orang, awalnya 12 kemudian berkurang, bertambah lagi, begitu terus sampai hari H yang fix pergi ada 10 orang. Kebanyakan mereka berangkat dari Jakarta yaitu 6 orang, 4 orang diantaranya pakai kereta, 2 orang lagi pakai pesawat. Sisanya 4 orang,  1 orang dari Ternate, 1 orang dari Jogja, dan 2 orang dari Bandung, yaitu saya dan Nadya.

 

24 Mei

Saya berangkat dari Bandung bersama Nad menggunakan kereta Mutiara Selatan menuju Surabaya, jam 5 sore tanggal 23 Mei. Sampai Surabaya sekitar jam 6 pagi lalu dijemput sepupu Nad. Numpang mandi dan makan di tempat sepupunya sebelum kembali ke stasiun menuju Banyuwangi kemudian bertemu rombongan lain dari Jakarta.

Jam 1 siang kereta Sri Tanjung menuju Banyuwangi sudah sampai di Surabaya, kami masuk melalui gerbong 2 menuju gerbong 1. Pemandangan yang sama seperti 2 tahun lalu di Statisun Senen, gerbong penuh dengan orang-orang berkeril. Ah sudah dapat ditebak, semua satu tujuan menuju Rinjani. Pastinya sudah dapat dibayangkan juga seperti apa puncak Rinjani minggu ini..hmmm..pasar kaget.

Tak perlu lama saya dan Nad bertemu rombongan Jakarta, yaitu Eman (Emon), Rizal, Bang Jati, dan Mbak Ade (Emak). Kami juga bertemu rombongan dari Semarang yang sangat heboh. Ntah lah mereka berbicara apa, yang jelas kebanyakan kami tidak mengerti, hanya Bang Jati saja yang memang asal Semarang yang ikut tertawa mendengar ocehan mereka.

BanyuwangiFoto bareng di stasiun Banyuwangi

Waktu cukup panjang menuju Banyuwangi, kami baru sampai di stasiun sekitar pukul 11 malam, di sana sudah ada Adward yang menunggu dari kemarin..hahah..iya dari kemarin, tiket kereta yang tersedia hanya tanggal 22 Mei, ya nasib Edward nunggu lebih lama di Banyuwangi.

Malam itu juga kami melanjutkan perjalanan menuju Bali. Sekitar 1 jam perjalanan kami tempuh dengan kapal ferry menuju pelabuhan Gilimanuk.

25 Mei

Sampai Bali sekitar jam 12 malam dan sudah tidak ada kendaraan umum, tapi ada bus yang bisa dicarter. Akhirnya kami bergabung bersama rombongan lain yang satu arah menuju Padang Bai. Alhamdulillah, perjalanan lancar *baca tidur sepanjang jalan :)) Sampai Padang Bai jam 5 subuh, ada masjid cukup besar dan akhwat frendly disana. Setelah shalat subuh kami tidak langsung pergi karena masih menunggu 2 orang teman kami yang menggunakan pesawat, Mas Arif dan Bang Ilham. Pesawat mereka baru sampai Bali jam 8 pagi, alhasil kami harus menunggu sampai jam 10an sampai mereka tiba di Padang Bai.

Karena masjidnya cukup nyaman jadi kami putuskan menunggu disana saja, tempat makan pun tidak jauh dari masjid, penjualnya muslim dan masakannya halal. Sedangkan rombongan lain satu per satu sudah mulai beranjak dari masjid menuju Lombok. Fyi untuk pilih makanan di Bali memang harus sangat berhati-hati karena mayoritas warganya terbiasa memasak babi.

Sekitar jam 11 dua orang teman kami sampai juga, setelah menunggu mereka bersih-bersih dan packing ulang kami langsung berangkat menuju Lombok. Waktu yang diperlukan untuk sampai Lombok atau pelabuhan Lembar sekitar 4-5 jam. Sampai sana sudah maghrib.

Kapal2Selfie di kapal menuju Lembar

Di Pelabuhan Lembar kami di jemput menggunakan mobil pick up, menuju basecamp Lombok Backpeker. Kami menginap semalam di sini. Awalnya saya menduga hanya basecamp biasa dan yang ada disana ya para pendaki. Ternyata berbeda. Akan saya ceritakan terpisah nanti 😉

IndomartBelanja dulu sebelum ke basecamp

26 Mei

Setelah semalam menginap di basecamp backpeker Lombok, kami lanjutkan perjalanan menuju Calabai. Oh ya di Lombok jumlah kami sudah lengkap ber-10, meetingpoint sama Mbak Elvi di basecamp. Saya pikir perjalanan dari Lombok menuju Calabai sekitar 6-8 jam lah ya, ternyatah 20 jam sodara-sodara. Jangan bayangkan kendaraan yang kami tumpangi seperti bus eksekutif di pulau Jawa. Bus nya itu 3/4 dan sarat muatan, seperti kantung ajaib doaremon, semua masuk, bagian belakang bus pun masih digantung sepedah motor.. hahah..ajaib..

RizalBus tetangga yang udah digantungin motor

Tapiii..walaupun sarat muatan, kami tidak mengeluh sakit badan selama perjalanan, soalnya jalan yang dilalui mulus  pemandangannya juga indah, cuma musiknya aja agak ganggu..berasa bukan di luar Jawa, lagu-lagunya panturaan doong. -__-

Ngomong-ngomong soal jalan mulus saya jadi berandai-andai Jawa Barat punya jalan semulus ini, sejauh apapun jarak yang ditempuh gak bikin males untuk pergi.

Dari Lombok sekitar pukul 10 pagi, lokasi pertama yang dituju adalah Pelabuhan Kayangan. Namanya bagus ya, klo ditanya “Kamu mau kemana?” “Mau nyebrang ke Kayangan” :)) berasa bidadari. Dari Kayangan Rinjani tampang jelas banget, cantik memang tapi mainstream banget untuk liburan kali ini, bikin males..hahah..males mulu dari tadi, bukan apa-apa sih klo penuh gitu susah cari lapak. 😀

KayanganDi Pelabuhan Kayangan

Nyebrang dari Kayangan ke Pototano sekitar satu jam lalu naik bus lagi, sepanjang perjalanan makan-minum-tidur-ngobrol-update status-beresin odoj, terus terulang seperti itu sampai bus berhenti istirahat di tempat makan, dan ritual berganti jadi rebutan tempat ngecas. Semua colokan listrik milik kami..hahah..pembajakan.

Lanjut perjalanan udah gak sadar diri semua, tidur pulas sampai Desa Pancasila jam 3 pagi. Hanya kami ber 10 yang turun terakhir, lainnya turun sebelum Desa Pancasila. Turun dari bus kami disuguhi pemandangan langit yang spektakuler, milkyway jelas terliat padahal itu masih di bawah, belum di atas gunung. MasyaAllah..

Tertegun sepersekian detik memandangi langit sampai akhirnya disambut Bang Ipul, pemilik basecamp. Di basecamp semua kamar sudah panuh, kami lesehan di pekarangannya pakai matras. Tapi karena para cewek ini pengen rebahan banget mengingat pagi ini mau langsung jalan, jadi kami dipersilahkan masuk menempati satu kamar kosong di dalam rumah Bang Ipul.

Begitulah total perjalanan dari Bandung hingga Calabai, 23 – 27 Mei 2014

*foto sumbangan dari yang lain diambil dari fb 😀

Bersambung…